MAKALAH
“PENDIRIAN
DAN KEPEMILIKAN BANK”
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah “HUKUM
PERBANKAN INDONESIA”
Dosen
Pembimbing :
ZulfatunNi’mah, M.Hum.
Disusun
Oleh :
·
FERA
NURUL AZIZAH (
1711143019 )
FAKULTAS
SYARIAH DAN ILMU HUKUM
HUKUM EKONOMI SYARIAH IV-A
INSTITUT
AGAMA ISLAM
NEGERI
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarokatuh,
Tiada
Untaian kata yang patut kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat serta Nikmat Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul : “PENDIRIAN dan KEPEMILIKAN BANK BANK“
Sholawat dan salam senantiasa kami sampaikan
kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
Syafaatnya kelak di Yaumul Qiyamah.
Ungkapan rasa terima kasih tidak
lupa kami sampaikan kepada semua yang telah memberikan dukungan serta arahan
atas terselesainya makalah ini kepada :
1. IbuZulfatunNi’mahselaku Dosen Pengampu
Mata Kuliah HukumPebankan
Indonesia.
2. Teman-teman
Mahasiswa di IAIN Tulungagung Khususnya Prodi Hukum Ekonomi Syariah.
3. Semua
pihak yang telah membantu atas selesainya penyusunan makalah ini.
Terkait dengan referensi
dan penulisan makalah ini, kemungkinan saja ada kesalahan dan kekurangan, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Kiranya cukup sekian, semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembangan Ilmu Pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi Wabarakatuh
Tulungagung, 14April 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A.
LatarBelakang 1
B.
RumusanMasalah 2
C.
Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 2
- PerizinanPendirian Bank 3
1.
Pendirian
Bank Umum 4
2.
Pendirian
Bank Perkreditan Rakyat 5
3.
Pendirian
Bank UmumSyariah 6
4.
Pembukaan Unit Usaha Syariah 7
5.
Pendirian
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 7
6.
Perubahankegiatanusaha
bank konvensialmenjadi bank syariah 8
7.
Pembukaankantorcabang 8
- Kepemilikan Bank 10
1.
Kepemilikan
Bank Umum 10
2.
Kepemilikan
BPR 11
BAB III PENUTUP 13
A.
Kesimpulan 13
B.
Saran 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
1.
Perizinan
Pendirian Bank
Ketentuan perizinan pendirian bank diatur dalam pasal 16 sampai
dengan pasal 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Berdasarkan ketentuan pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, setiap permohonan izin usaha perbankan wajib memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a.
Susunan
organisasi dan kepengurusan
b.
Permodalan
c.
Kepemilikan
d.
Keahlian
di bidang perbankan
e.
Kelayakan
rencana kerja
·
Pendirian
Bank Umum
Bank Umum hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan
izin Gubernur Bank Indonesia.Modal disetor untuk mendirikan Bank Umum
ditetapkan minimal 3 trilliun.
1.
Pendirian Bank Perkreditan Rakyat ( BPR )
BPR hanya dapat
didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Bank Indonesia. BPR hanya
dapat didirikan dan dimiliki oleh :
a.
Warga negara Indoneisia
b.
Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia
c.
Pemerintah daerah
d.
Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud diatas.
B.
KEPEMILIKAN BANK
1.
Kepemilikan Bank Umum
(1)Bank hanya dapat didirikan dan/atau
dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia dan/atau
badan hukum Indonesia; atau
b. warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing
dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.
(2)
Kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b paling banyak sebesar 99% (sembilan puluh
sembilan persen) dari modal disetor Bank.
2.
Kepemilikan BPR
Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga
negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia, pemerintah daerah atau dapat dimiliki bersama diantara ketiganya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana pendirian Bank Umum ?
2.
Bagainama pendirian Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) ?
3.
Bagaimana kepemilikan Bank Umum ?
4.
Bagaimana kepemilikan Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) ?
C. TUJUAN
1.
Untuk mengetahui pendirian Bank Umum.
2.
Untuk mengetahui pendirian Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ).
3.
Untuk mengetahui kepemilikan Bank Umum.
4.
Untuk mengetahui kepemilikan Bank Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perizinan
Pendirian Bank
Ketentuan perizinan pendirian bank diatur dalam pasal 16 sampai dengan
pasal 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Disebutkan bahwa di Indonesia pada
prinsipnya, setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, wajib terlabih dahulu memperoleh izin usaha
sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia,
kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan
undang-undang tersendiri. Kewajiban untuk memperoleh izin usaha sebagai Bank
Umum atau Bank Umum Perkreditan Rakyat dikarenakan kegiatan menghimpun dana
dari masyarakat, oleh siapa pun, pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu
diawasi berhubung kegiatan ini terkait dengan kepentingan masyarakat (nasabah) yang
menyimpan dananya pada pihak bank.
Berdasarkan ketentuan pasal 16 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, setiap permohonan izin usaha perbankan
wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
f.
Susunan
organisasi dan kepengurusan
g.
Permodalan
h.
Kepemilikan
i.
Keahlian
di bidang perbankan
j.
Kelayakan
rencana kerja
Mengenai persyaratan dan tata cara perizinan Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat telah diatur lebih lanjut dalam :
1.
Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang
Bank Umum, yang kemudian dicabut diganti dan disempurnakan dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum, selanjutnya diperbaharui
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum.
2.
Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, yang kemudian dicabut diganti
dan disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tentang
Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005,
selanjutnya diperbarui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009
tentang Bank Umum Syariah.
3.
Peraturan
Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum
Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/7/PBI/2007, yang kemudian bagi Unit Usaha
Syariah dinyatakan tidak berlaku sebagaimana diperbarui dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah.
4.
Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Perkreditan Rakyat, yang kemudian dicabut, diganti dan
disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/26/PBI/2006 tentang Bank
Perkreditan Rakyat.
5.
Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, yang kemudian
dicabut, diganti dan disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/17/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/25/PBI/2006, selanjutnya
diperbarui tentang Bank pembiayaan Rakyat Syariah.
1.
Pendirian
Bank Umum
Bank Umum hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan
izin Gubernur Bank Indonesia.Modal disetor untuk mendirikan Bank Umum
ditetapkan minimal 3 trilliun.
Bank Umum hanya dapat didirikan oleh :
a.
Warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia
b.
Warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau
badan hukum asing secara kemitraan, dengan ketentuan maksimal sebesar 99% dari
modal disetornya.
Persyaratan & Prosedur Pendirian
Bank Umum
- Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri. Ps 16 UUP jo Ps 2 PBI 11/01/09
2.
Pemberian
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam 2 (dua) tahap:
a.persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk
melakukan persiapan pendirian Bank; dan
b.izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk
melakukan kegiatan usaha Bank setelah persiapan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a selesai dilakukan.
Modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan paling kurang sebesarRp3.000.000.000.000,00
(tiga triliun rupiah). Modal disetor sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah) ini adalah setoran yang dilakukan dalam
bentuk setoran tunai diluar setoran dalam bentuk lain yang dimungkinkan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Modal disetor bagi Bank yang
berbentuk badan hukum Koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib dan hibah
sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Perkoperasian.
2.
Pendirian Bank Perkreditan Rakyat ( BPR )
BPR hanya dapat
didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Bank Indonesia. BPR hanya
dapat didirikan dan dimiliki oleh :
e.
Warga negara Indoneisia
f.
Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia
g.
Pemerintah daerah
h.
Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud diatas.
Modal disetor untuk mendirikan BPR
ditetapkan paling sedikit sebesar :
1.
Rp 5 miliar bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta.
2.
Rp 2 miliarbagi BPR yang didirikan di wilayah ibukota Provinsi di
luar pulau Jawa dan Bali di wilayah Kabupaten atau Kota Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi.
3.
Rp 1 miliar bagi BPR yang didirikan di wilayah ibukota Provinsi di
luar pulau Jawa dan Bali dan di wilayah pulau Jawa dan Bali di luar wilayah
sebagaimana disebutkan di atas.
4.
Rp 500 juta rupiah bagi BPR yang didirikan di wilayah lain di luar
wilayah sebagaimana dimaksud di atas.
Modal disetor
bagi BPR yang berbentuk hukum koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib,
dan hibah. Paling sedikit 50% ( lima puluh persen ) dari moda disetor BPR wajib
digunakan untuk modal kerja.
Modal disetor untuk mendirikan BPR Syariah
ditetapkan sekurang-kurangnya :
1.
Rp 2 miliar bagi BPRS yang didirikan di wilayah DKI Jakarta dan
Kabupaten/Kota Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi.
2.
Rp 1 miliar bagi BPRS yang didirikan di wilayah ibukota Provinsi di
luar wilayah sebagaimana disebutkan di atas.
3.
Rp 500 juta bagi BPRS yang didirikan di luar wilayah sebagaimana
disebut dia atas.
3.
Pendirian Bank Umum Syariah ( BUS )
BUS hanya dapar
didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah memperoleh izin Bank
Indonesia.Persyaratan modal disetor untuk mendirikan BUS minimak sebesar Rp 1
triliun. Apabila modal disetor tersebut di-equivalent-kan sama dengan
US$ 110 juta. Modal disetor dimaksud adalah setoran yang dilakukan dalam
setoran tunai. Modal disetor yang berasal dari warga negara asing dan/atau badan
hukum asing maksimal sebesar 99% dari modal disetor BUS. Diperbolehkan pihak
asing memiliki saham mayoritas pada BUS dimaksudkan untuk membuka kesempatan
yang lebih luas kepada berbagai pihak, baik Indonesia maupun asing untuk turut
serta memiliki BUS.
Bank Umum Syariah hanya dapat
didirikan dan/atau dimiliki oleh :
a.
Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia
b.
Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga
negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan
c.
Pemerintah daerah.
4.
Pembukaan Unit Usaha Syariah ( UUS ) Bank Umum Konvensional
Berkenaan
dengan pembukaan UUS, ketentuan dalam pasal 5 ayat (9) Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 menegaskan bahwa :
Bank Umum Konvensional yang akan
melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib membuka UUS di
kantor pusat Bank dengan izin Bank Indonesia.
UUS adalah unit
kerja Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja
di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau
unit usaha syariah.
Hal ini selaras
dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1998 yang memberikan kemungkinan
kekhususan kepada Bank Umum Konvensional untuk dapat pula melakukan kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah melalui cara sebagai berikut :
a.
Pendirian/pembukaan kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang
yang melaksanakan Prinsip Syariah
b.
Melakukan perubahan kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang
yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
Pembukaan UUS
hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia, yang dilakukan dalam bentuk
izin untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.Persyaratan
modal kerja US$ ditetapkan, bahwa BUK menyisihkan modal kerja paling kurang
sebesar RP 100 miliar dalam bentuk tunai.
5.
Pendirian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
BPRS hanya
dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah memperoleh izin Bank
Indonesia. Persyaratan modal disetor bagi pendirian BPRS minimal sebesar :
1.
Rp 2 miliar untuk BPRS yang didirikan di wilayah Daerah Khusu
Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
2.
Rp 1 miliar untuk BPRS yang didirikan di wilayah Ibukota Provinsi
di luar wilayah Daerah Khusu Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Bogor,
Depo, Tangerang, dan bekasi.
3.
Rp 500 juta untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah tersebut di
atas.
Sementara itu, pihak yang dapat
mendirikan dan/atau memiliki BPRS adalah :
a.
Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh
pemiliknya warna negara Indonesia.
b.
Pemerintah daerah.
c.
Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud di atas.
6.
Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional menjadi Bank Syariah
Bank Konvensional
dapat melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah.Sedangkan Bank
Syariah dilarang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Konvensional.
Perubahan
kegiatan usaha Bank Konvensional menjadi Bank Syariah dapat dilakukan :
a.
Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum Syariah
b.
BPR menjadi BPRS.
Perubahan
kegiatan usaha Bank Konvensional menjadi Bank Syariah hanya dapat dilakukan
dengan izin Bank Indonesia, yakni dalam bentuk berupa izin perubahan kegiatan
usaha.
Pembentukan BUS
melalui perubahan kegiatan usaha (konversi) harus memiliki rasio Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM) minimal sebesar 8% dan memiliki modal inti
minimal sebesar Rp100 miliar, sedangkan untuk pendirian BUS baru ditetapkan
minimal Rp 1 triliun. Adapun perbedaan pokok lainnya adalah prosedur konversi
dapat dilakukan lebih cepat karena proses perizinan hanya satu tahap yaitu
langsung melalui izin usaha.
7.
Pembukaan Kantor Cabang Bank
Kantor cabang
adalah kantor bank yang secara langsung bertanggungjawab kepada kantor pusat
bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas yang menunjukkan
lokasi kantor cabang tersebut melakukan usahanya.
Pada prinsipnya
pembukaan Kantor Cabang Bank Umum dan BPR hanya dapat dilakukan dengan izin
Bank Indonesia.Rencana pembukaan Kantor Cabang Bank Umum dan BPR tersebut wajib
dicantumkan dalam rencana kerja tahunan bank yang telah disampaikan ke Bank
Indonesia.
a)
Pembukaan kantor dibawah kantor cabang dan kegiatan kas diluar
kantor bank
Dibawah kantor
cabang dapat pula dibuka kantor dengan status kantor cabang pembantu pembantu
dan kantor kas, juga kegiatan kas lainnya di luar kantor bank. Sedangkan
kegiatan kas dilur kantor bank adalah kegiatan pelayanan kas terhadap pihak
yang telah menjadi nasabah bank, antara lain meliputi :
a.
Kas mobil atau kas terapung
Yaitu kegiatan kas dengan
menggunakan alat transportasi darat atau air.
b.
Payment point
Yaitu kegiatan pelayanan pembayaran
melalui kerja sama antara bank dan pihak lain yang merupakan nasabah bank.
c.
Anjungan tunai mandiri (ATM)
Yaitu kegiatan kas yang dilakukan
secara elektronis untuk memudahkan nasabah, antara lain dalam rangka menarik
atau menyetor secara tunai, atau melakukan pembayaran melalui pemindahbukuan,
dan memperoleh informasi menegai saldo/mutasi rekening nasabah.
b)
Pembukaan kantor di luar negeri
Pembukaan untuk
kantor cabang ataupun kantor perwakilan dan kantor operasional lainnya diluar
negeri wajib mendapatkan izin dari Dewan Gubernur Bank Indonesia. Menurut
ketentuan pasal 32 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/27/PBI/2000
tentang Bank Umum, izin tersebut hanya diberikan oelh Gubernur Bank Indonesia
apabila bank yang bersangkutan memenuhi persyratan :
a.
Telah menjadi bank devisa sekurang-kurangnya 24 bulan.
b.
Telah mencantumkan rencana pembuakaan kantor cabang, kantor-kantor
operasional laiinnya, dan kantor perwakilan di luar negeri dalam rencana kerja
tahunan bank.
Pembukaan
kantor diluar negeri hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari
otoritas di negara setempat. Pelaksanaan pembukaan kantor tersebut wajib
dilaporkan kepada BankIndonesia dalam jangka waktu selambat-lambatnya 10 hari
kerja setelah tanggal pembukaan.
8.
Penutupan kantor cabang
Ketentuan
penutupan kantor cabang dan kantor di luar negeri hanya dapat dilakukan dengan
izin Dewan Gubernur Bank Indonesia. Dalam permohonan pelaksanaan penutupan kantor
juga harus disertakan alasan penutupan dan langkah-langkah serta bukti
penyelesaian kewajiban kepada nasabah serta pihak lainnya. Penutupan kantor
wajib diumumkan dalam surat kabar yang mempunyai peredaran luas ditempat
kedudukan kantor bank juga dilaporkan pelaksanaan penutupan tersebut kepada
Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal izin penutupan dari
Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Dalam hal
penutupan kantor dibawah kantor cabang dan/atau penghentian kegiatan kas diluar
kantor bank, maka hal tidak memerlukan izin hanya wajib dilaporkan kepada Bank
Indonesia disertai dengan alasan penutupan selambat-lambatnya 30 hari sebelum
pelaksanaan penutupan kantor dan/atau penghentian kegiatan kas diluar kantor
termaksud.
B.
KEPEMILIKAN BANK
1.
Kepemilikan Bank Umum
(1)Bank hanya dapat didirikan dan/atau
dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia dan/atau
badan hukum Indonesia; atau
b. warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing
dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.
(2)
Kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b paling banyak sebesar 99% (sembilan puluh
sembilan persen) dari modal disetor Bank.
a.
Pihak-pihak yang dapat menjadi pemilik Bank wajib memenuhi syarat:
a. memiliki akhlak dan moral yang
baik;
b.memiliki komitmen untuk mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.memiliki komitmen yang tinggi
terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat; dan
d. tidak termasuk dalam Daftar Tidak
Lulus.
b.
Kepemilikan saham Bank Umum
Dalam
ketentuan pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, ditetapkan bahwa Bank Umum dapat
melakukan emisi saham melalui bursa efek di Indonesia dan/atau di luar negeri.
Sebagai pembelinya tidak terbatas, siapa saja diberikan kesempatan untuk
memiliki saham Bank Umum secara langsung dan/atau melalui bursa efek, baik
perorangan maupun badan hukum, serta baik warga negara Indonesia maupun warga
asing dan/atau badan hukum yang membeli saham Bank Umum akan mampu menungkatkan
permodalan dan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan tingkat kesehatan bank
yang bersangkutan. Pada gilirannya dengan perubahan struktur permodalan
dimaksud akan dapat membantu menciptakan sitem perbankan yang sehat.
c.
Perubahan kepemilikan Bank
Rencana
pengalihan kepemilikan bank yang dilakukan secara langsung harus dilaporkan
terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.Pelaporan ini dimaksudkan untuk
memastikan agar peralihan kepemilikan dilakukan kepada pihak-pihak yang
memenuhi persyaratan sebagai pemilik bank.
Peralihan
kepemilikan saham bank yang dilakukan melalui bursa efek dilaporkan kepada Bank
Indonesia apabila kepemilikan suatu pihak melalui bursa efek tersebut telah
mencapai jumlah tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya pengelolaan bank
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Dengan
terjadinya pengalihan hak milik tersebut maka terjadi penggantian dan/atau
penambahan pemilik bank tersebut, yang pengeturannya tunduk pada tata cara
penggantian dan/atau penambahan pemilik bank yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yaitu tentang merger, konsolidasi, dan
akuisisi bank, serta peraturan tentang pembelian saham bank umum.
1)
Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara
tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank
lainnya dengan atau tanpa melikuidasi. Merger di bidang perbankan dapat
dilakukan atas inisiatif bank yang bersangkutan, permintaan Bank Indonesia,
atau inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan
perbankan.
2)
Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan
cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau tanpa
melikuidasi. Konsolidasi dibidang perbankan dapat dilakukan atas inisiatif bank
yang bersangkutan, permintaan Bank Indonesia, atau
inisiatif badan khusu yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan bank.
3)
Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank.
Pengambilalihan tersebut mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap bank
tberkaitan dengan kemampuan untuk menentukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan cara apapun pengelolaan dan atau kebijakan bank. Akuisisi
dibidang perbankan dapat dilakukan atas inisiatif bank yang bersangkutan, permintaan
Bank Indonesia, atau inisiatif badan khusu yang bersifat sementara dalam rangka
penyehatan perbankan.
2.
Kepemilikan BPR
Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga
negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia, pemerintah daerah atau dapat dimiliki bersama diantara ketiganya.
a.
Penggabungan usaha BPR/BPRS
Merger,konsolidasi,
dan akuisisi BPR/BPRS dapat dilakukan atas inisiatif BPR/BPRS yang bersangkutan
atau atas permintaan Bank Idonesia dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin
dari Bank Indonesia.
Merger atau
konsolidasi hanya dapat dilakukan antar-BPR/BPRS.Merger dan konsolidasi antara
BPR konvensional dengan BPR Syariah hanya dapat dilakukan apabila BPR hasil
marger atau konsolidasi tersebut menjadi BPR Syariah.
Merger atau konsolidasi BPR/BPRS
dapat dilakukan :
a.
Antar-BPR/BPRS yang berkedudukan dalam wilayah provinsi yang sama
b.
Antar-BPR/BPRS yang berkedudukan dalam wilayah provinsi yang
berbeda sepanjang kantor-kantor BPR/BPRS hasil marger/konsolidasi berlokasi
dalam provinsi yang sama.
Akuisisi
BPR/BPRS dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum melalui
pengambilalihan saham yang mengakibatkan pihak yang mengakuisisi memegang
pengendalian BPR/BPRS. Pembelian saham yang dianggap mengakibatkan beralihmya
pengendalian BPR/BPRS yaitu bila kepemilikan saham :
a.
Menjadi sebesar 25% atau lebih dari modal disetor BPR/BPRS.
b.
Kurang dari 25% dari modal disetor BPR/BPRS namun menentukan baik
langsung maupun tidak langsung pengelolaan dan/atau kebijaksanaan BPR/BPRS.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Perizinan
Pendirian Bank
Ketentuan perizinan pendirian bank diatur dalam pasal 16 sampai
dengan pasal 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Berdasarkan ketentuan pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, setiap permohonan izin usaha perbankan wajib memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
k.
Susunan
organisasi dan kepengurusan
l.
Permodalan
m.
Kepemilikan
n.
Keahlian
di bidang perbankan
o.
Kelayakan
rencana kerja
·
Pendirian
Bank Umum
Bank Umum hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan
izin Gubernur Bank Indonesia.Modal disetor untuk mendirikan Bank Umum
ditetapkan minimal 3 trilliun.
2.
Pendirian Bank Perkreditan Rakyat ( BPR )
BPR hanya dapat
didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Bank Indonesia. BPR hanya
dapat didirikan dan dimiliki oleh :
i.
Warga negara Indoneisia
j.
Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia
k.
Pemerintah daerah
l.
Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud diatas.
C. KEPEMILIKAN
BANK
1.
Kepemilikan Bank Umum
(1)Bank hanya dapat didirikan dan/atau
dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia dan/atau
badan hukum Indonesia; atau
b. warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing
dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.
(2)
Kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b paling banyak sebesar 99% (sembilan puluh
sembilan persen) dari modal disetor Bank.
2.
Kepemilikan BPR
Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga
negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia, pemerintah daerah atau dapat dimiliki bersama diantara ketiganya.
B.
SARAN
Makalah
kami dengan judul Pendirian dan Kepemilikan Bank tentunya masih jauh dari
kesempurnaan .Untuk itu, kami mohon kepada Ibu untuk memberi masukan, kritikan
yang bersifat membangun kepada kami demi lebih baiknya makalah kami.
Terimakasih
DAFTAR PUSTAKA
Budisantoso, Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya,Jakarta : Salemba Empat, 2013.
Djumhana,Muhammad, Hukum
Perbankan di Indonesia, Bandung : PTCitra Aditya Bakti, 2012.
Gozali,Djoni, Hukum Perbankan, Jakarta
: Sinar Grafika, 2012.
Hasibuan,Malayu, Dasar-dasar
Perbankan, Jakarta : Bumi Aksara, 2011.
Kasmir, Bank
dan Lembanga Keuangan, Jakarta : Rajawali Pers, 2008.
Kasmir, Dasar-dasar
Perbankan,Jakarta : Rajawali Pers, 2011.
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam
di Indonesia, Jakarta : Kencana persada Media, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar