PENERAPAN HUKUM YANG MENCERMINKAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT
UNTUK MELAYANI KEBUTUHAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44
TAHUN 2008 TENTANG PONOGRAFI
Pasal-pasal
Pornografi untuk perlindungan anak
Pasal
15
·
Setiap orang
berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak
terhadap informasi pornografi.
Mengapa dikatakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan, karena
pada pasal ini setiap orang tua wajib melindungi anak nya dari hal yang tidak
baik untuk anak dan orang tua sebaiknya tidak memfasilitasi anak dengan gadget
atau hp yang berlebihan pada anak karena kalau orang tua memfasilitasi dengan
gadget yang berkualitas baik itu akan membahayakan pada anak-anak untuk
mengakses situs-situs yang negative seperti pornografi. Berikan pada anak
gadget atau hp dengan kualitas standart saja tidak berlebihan.
Pasal 16
1)
Pemerintah,
lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga,dan/atau
masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan, sertapemulihan
sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korbanatau
pelaku pornografi.
2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihansosial, kesehatan fisik
dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Dikatakan sebagai alat untuk melayani kebutuhan karena pemerintah,
lembaga sosial, lembaga pendidikan, keluarga atau masyarakat berkewajiban untuk
memberi pendampingan bagi korban atau pelaku pornografi, karena apabila tidak
ada lembaga-lembaga tersebut pelaku pornografi akan seenaknya sendiri dan terus
melakukan pornografi sedangkan untuk korban adanya lembaga-lembaga ini sangat
penting karena untuk mendampingi si korban dan memberi pengarahan si korban
agar tidak melakukan hal negative tersebut.
Pasal 17
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan
pembuatan penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.
Dikatakan sebagai alat untuk melayani kebutuhan karena baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib melayani masyarakat dengan
menghindarkan masyarakat untuk melakukan hal negative seperti pornografi, yaitu
dengan cara mencegah pembuatan video,
gambar maupun dalam bentuk lainnya dan juga mencegah adanya
penyebarluasan video dan gambar.Walaupun pornogfari terjadi di daerah kecil
sekalipun harus tetap di tindaklanjuti. Meskipun hanya sebuah gambar, tapi kalau
gambar itu tidak senonoh dan bisa dilihat siapapun dan tiak terkecuali hal
tersebut akan menyebabkan moral masyarakat Indonesia semakin buruk.
Pasal 21
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
dapat dilakukan dengan cara:
a. melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini;
b. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;
c. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur
pornografi; dan
d. melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak
pornografi.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Dalam pasal 21 ayat 1 poin (a) dijelaskan bahwa setiap orang yang
mengetahui orang lain melakukan tindak pornografi harus melaporkan kepada pihak
yang berwajib karena hak tersebut sudah melanggar Undang-Undang . pada boin (b)
dijeaskan bahwa ketika ada anak dibawah umur yang melihat atau melakukan tindak
pornografi maka kita wajib menggugat anak tersebut, karena tindakan itu
berkaitan dengan pasal 15 yaitu setiap orang wajib melindungi anak dari
pengaruh pornografi dan mencegah mengakses terhadap informasi pornografi. Untuk
poin (c) setiap orang harus melakukan
sosialisasi tentang peraturan perundang-undangan pornografi agar
masyarakat mengenal beberapa hal tentang poin-poin pornografi yang berguna bagi
mereka dan lingkungannya. Dan untuk poin yang terakhir atau (d) para pemimpin
dari mulai rt ,kepala desa sampai ke pemerintah daerah harus melakukan
sosialisasi ke berbagai daerah mereka masing-masing untuk dampak positif
kedepanya.
Sedangkan untuk pasal 22 ini intinya hampir sama dengan pasal 21
hanya saja pada pasal 22 ini lebih mengarah kepada orang yang mengetahui tindak
pornografi dan melaporkan kepada yang berwenang apabila orang yang mengetahui
ini diancam oleh si pelaku pornagrafi, orang yang mengetahui akan mendapatkan
perlindungan berdasarkan Undang-Undang.
PENERAPAN HUKUM YANG MENCERMINKAN HUKUM SEBAGAI ALAT REKAYASA
SOSIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG
PORNOGRAFI
Pasal 9
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau
model yangmengandung muatan pornografi.
Analisis
:
Dalam
pasal ini dikatakan hukum sebagai alat rekayasa sosial karena melarang siapapun
orang atau setiap orang untuk menjadikan orang lain sebagai objek atau model
video ataupun gambar yang mengandung unsur pornografi. Mengapa dilakukan hal
ini ?karena untuk mencegah siapapun orangnya untuk menjadikan orang lain
sebagai model pornografi, dengan cara ini video ataupun gambar mungkin tidak
akanada di situs-situs yang berbau porno.
Pasal 18
Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
Pemerintah
berwenang:
a. melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk
pornografiatau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui
internet;
b. melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan
penggunaanpornografi; dan
c. melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik
dari dalammaupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan,
dan
penggunaan pornografi.
Analisis
:
Dalam pasal ini dikatakan hukum sebagai alat rekayasa sosial karena
di dalam poin (a) menjelaskan bahwa dilakukan pemutusan jaringan dan memblokur
situs porno adalah suatu tindakan untuk mencegah anak yang ingin mengakses
situs ataupun konten-konten yang berbau porno, dan yang (b) memberi pengawasan
terhadap pembuat, penyebarluasan, dan penggunaan situs porno. Untuk yang poin
(c) melakukan kerja sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar
negeri, sehingga dengan hal tersebut siapapun orangnya tidak dapat mengakses
situs-situs pornografi. Hal ini dilakukan untuk menegakkan hukum dan untuk
mencapai tujuan-tujuan sosial agar masyarakat lebih baik lagi.
Pasal
29
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan,menyewakan,
atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(1) dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12(dua
belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua
ratuslima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah).
Analisis :
Dikatakan hukum sebagai alat merekayasa sosial karena dalam pasal
ini ada denda-denda dan hukuman pidana kepada yang melakukan. Dengan
diadakannya pasal ini dapat menciptakan cara agar peraturan hukum lebih
ditegakkan dan untuk mencapai tujuan sosial, jadi apabila diberlakukan denda
sedemikian rupa banyaknya oran yang melakukan akan jera dengan denda yang
diberikan karena denda tersebut bukan nominal yang sedikit.
PASAL-PASAL YANG PERLU DIKAJI ULANG atau DIRUBAH BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI
Pasal
6
Setiap
orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki,atau
menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),kecuali
yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
Analisis
:
Seharusnya
dalam pasal ini kata “kecuali yang bi beri kewenangan oleh peraturan perundang-undangan”dihapuskan, karena sudah jelas pada pasal 4 dijelaskan bahwa setiap
orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan,menyebarluaskan,
menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan,memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi.
Jadi dalam bentuk apapun hasilnya itu tidak diperbolehkan, tetapi pada pasal ini malah memberi
kewenangan, jadi alangkah baiknya untuk di hapus.
Pasal 13
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang
memuat selainsebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada
peraturanperundang-undangan.
(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi
sebagaimana dimaksudpada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara
khusus.
Yang perlu dirubah pasal 13 ayat (2)
Analisis pasal 13 ayat (2) :
Pada pasal 13 ayat (2) tersebut seolah-olah pembuatan,
penyebarluasan dan pengguanaan pornografi itu boleh dilakukan hanya saja cara
melakukannya, seharusnya baik membuar, menyebarluasakan dan menggunakan itu
tidak boleh hal ini sesuai dengan pasal 4 UU tahun 2004 tentang pornografi yang
berbunyi :
(1)Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan,menyebarluaskan,
menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan,memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi
yang secaraeksplisit memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak.
(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:
a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang
mengesankanketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak
langsunglayanan seksual.
Seharusnya pasal 13 ayat (2) ini diganti dengan Pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksudpada ayat (1)
tidak boleh dilakukan di tempat manapun.
Pasal
14
Ketentuan
mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan,
danpenggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanankesehatan
dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Analisis
:
Pada
pasal 14 ini sangat tidak masuk akal karena tidak mungkin pornografi dilakukan
untuk kepentingan pendidikan dan kesehatan, apabila hal ini dilakukan di
tingkat pendidikan moral anak akan menjadi rusak dengan hal tersebut.
Seharusnya pasal ini dirubah dengan “ketentuan mengenai syarat dan tata cara
perizinan pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan produk pornografi untuk
tujuan apapun tidak boleh dilakukan sesuai deangan pasal 4 “
sumber :
www.kemenag.go.id
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
disini pada pasal 17 yang menjelaskan Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. namun dalam kenyataannya pemerintah kurang tanggap untuk menindak lanjuti masalah-masalah pornografi yang terjadi dalam masyarakat. bagaimana cara mengatasi agar pemerintah itu lebih sigap menindak lanjuti masalah tersebut.
BalasHapuscara pemerintah untuk mengatasi masalah pornografi terdapat pada pasal 18 , di dalam artikel saya juga saya jelaskan . untuk tindakan pemerintah kita sendiri memang belum terjadi hal pencegahan seperti pada pasal 18 akan tetapi pemerintah juga sudah sesikit mengatasi masalah pornografi contohnya saja penutupan tempat* yang berbau pornografi dan pemerintah pun juga mengerahkan anak buahnya yaitu satpol pp untuk menggrebek tempat* yang di curigai sering terjadinya pornografi. kalau menurut pandangan saya memang hal tersebut belum efektif untuk mencegah pornografi , tapi setidaknya pemerintah sudah sedikit demi sedikit untuk mencegahnya .
BalasHapusitu sedikit penjelasan dari saya terima kasih :-)
Nilai 60.
BalasHapus